6 Jun 2011

Kemakmuran dan Kemalangan

0

Nats : Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku (Amsal 30:8)

Bacaan : Amsal 30:1-9

 Kemakmuran dan kemalangan merupakan penghancur yang setara. Kerasnya hidup dapat membahayakan karena orang yang kaya dapat menemui kesulitan yang sama dengan orang yang tak berpunya.

 Penulis Amsal 30, semestinya sudah merasakan bahaya ini ketika ia berdoa, "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku" (Amsal 30:8,9).

Permohonan yang sama terdapat di dalam kidung pujian yang indah karya Benjamin Harlan:

Tuliskanlah nama-Mu yang kudus,

Di hatiku, ya Tuhan,

Terukir di sana tak terhapuskan

Sehingga kemakmuran maupun kemalangan

Takkan menjauhkanku dari kasih-Mu.

Fokus dari Amsal 30 adalah keadaan sekitar, sementara kidung pujian di atas mengacu pada keadaan hati kita. Mungkin kita perlu berdoa agar Allah melindungi kita di kedua area kehidupan kita itu.

Mendiang Dr. Carlyle Marney, seorang pendeta ternama, kerap berkata bahwa kebanyakan kita perlu mencukupkan "keinginan kita yang semakin bertambah". Daripada selalu meminta, kita seharusnya mencari keseimbangan yang diungkapkan dalam Amsal 30.

Saat kita mengundang Tuhan agar memiliki hidup kita, berarti kita mengakui pemeliharaan-Nya yang penuh kasih dan berhikmat bagi seluruh kebutuhan kita

Read more

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

0

Perjanjian Lama meletakkan dasar untuk pengajaran-pengajaran dan peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Baru. Alkitab adalah wahyu progresif. Jikalau Anda melangkahi setengah dari buku yang bagus dan berusaha untuk menamatkannya, Anda akan sulit untuk memahami para pemerannya, jalan ceritanya dan bagian akhirnya. Demikian pula, Perjanjian Baru hanya dapat dipahami secara utuh ketika dipandang sebagai sesuatu yang dibangun di atas dasar peristiwa-peristiwa, para pemeran, hukum, sistem persembahan, perjanjian dan berbagai janji Perjanjian Lama.

 Jika kita hanya memiliki Perjanjian Baru (PB) kita akan datang kepada Injil tanpa mengetahui mengapa orang-orang Yahudi mencari Mesias (Raja Penyelamat). Tanpa PL, kita tidak akan mengerti mengapa Mesias datang (lihat Yesaya 53); kita tidak dapat mengenali Yesus, orang Nazaret itu, sebagai Mesias melalui berbagai nubuat mendetil mengenai Dia (tempat kelahiranNya (Mikha 5:2); cara kematianNya (Mazmur 22, khusus ayat 1, 7-8, 14-18; Mazmur 69:21, dll), kebangkitanNya (Mazmur 16:10), dan banyak lagi detil pelayananNya (Yesaya 52:13; 9:2, dll).

 Tanpa PL kita tidak dapat memahami adat istiadat orang-orang Yahudi yang disebutkan secara sambil lalu dalam PB. Kita tidak akan dapat memahami pemutarbalikan yang dilakukan orang-orang Farisi terhadap hukum Allah saat mereka menambahkan kebiasaan mereka sendiri pada hukum itu. Kita tidak akan mengerti mengapa Yesus begitu marah ketika Dia menyucikan halaman Bait Allah. Kita tidak akan mengerti bahwa kita dapat menggunakan hikmat yang sama yang digunakan Kristus ketika berulang kali Dia menanggapi para seterunya (baik manusia maupun Iblis).

 Demikian pula halnya kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul dalam Perjanjian Baru mencatat banyak penggenapan nubuat yang diutarakan ratusan tahun terdahulu dalam Perjanjian Lama. Banyak dari nubuat-nubuat ini berhubungan dengan kedatangan pertama dari Mesias. Dalam kelahiran, kehidupan, mujizat, kematian dan kebangkitan Yesus sebagaimana ditemukan dalam kitab-kitab Injil kita mendapatkan penggenapan dari nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang bertalian dengan kedatangan yang pertama dari Mesias. Detil-detil inilah yang mengokohkan klaim Yesus bahwa Dia adalah Kristus yang dijanjikan. Bahkan nubuat-nubuat dalam Perjanjian Baru (banyak di antaranya terdapat dalam kitab Wahyu) adalah berdasarkan nubuat yang terdahulu yang terdapat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Nubuat-nubuat Perjanjian Baru ini berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sekitar kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Kurang lebih dua dari tiga ayar Wahyu adalah berdasarkan ayat-ayat Perjanjian Lama.

 PL juga mengandung berbagai pelajaran yang dapat kita petik dari kehidupan banyak tokoh yang jatuh dalam dosa. Dengan mengamati kehidupan mereka kita dapat didorong untuk percaya kepada Allah apapun yang terjadi (Daniel 3) dan tidak berkompromi dalam hal-hal yang sepele (Daniel 1) sehingga pada akhirnya kita dapat setia dalam hal-hal yang besar (Daniel 6). Kita belajar bahwa paling baik mengaku dosa secepatnya dan dengan sungguh-sungguh serta bukannya melemparkan kesalahan (1 Samuel 15). Kita dapat belajar untuk tidak bermain-main dengan dosa karena dosa akan menerkam kita dan gigitannya mematikan (lihat Hakim-Hakim 13-16).

 Kita dapat belajar bahwa kita perlu bersandar (dan taat) kepada Allah jika kita mau mengalami kehidupan tanah-perjanjian Allah dalam hidup ini dan firdaus di kemudian waktu (Bilangan 13). Kita belajar bahwa jika kita membayangkan hal-hal berdosa, kita sementara mempersiapkan diri untuk berdosa (Kejadian 3, Yosua 6-7). Kita belajar bahwa dosa memiliki konsekwensi bukan hanya untuk diri kita sendiri, namun juga untuk orang-orang sekitar kita yang kita kasihi, dan sebaliknya, perbuatan baik kita bukan hanya berpahala untuk diri sendiri, namun juga untuk orang-orang yang ada di sekitar kita (Kejadian 3; Keluaran 20:5-6). Dalam Perjanjian Baru kita memiliki teladan Petrus untuk kita pelajari – bahwa kita tidak boleh bersandar pada kekuatan kita sendiri karena kalau demikian kita AKAN gagal (Matius 26:23-41). Dalam kata-kata dari penyamun di salib, kita melihat bahwa melalui iman yang sederhana dan tulus kita akan diselamatkan dari dosa-dosa kita (Lukas 23:39-43). Kita juga melihat bagaimana ciri gereja Perjanjian Baru yang bersemangat (Kisah 2:41-47; 13:1-3, dll).

Juga karena wahyu Alkitab bersifat progresif, Perjanjian Baru memperjelas pengajaran-pengajaran yang hanya dikiaskan dalam Perjanjian Lama. Kitab Ibrani menggambarkan bagaimana Yesus adalah Imam Besar yang sejati dan pengorbananNya yang sekali itu menggantikan semua korban yang hanya merupakan gambaran dari pengorbananNya. Perjanjian Lama memberikan Hukum yang terdiri dari dua bagian: perintah dan berkat/kutuk yang bersumber dari ketaatan atau ketidaktaatan pada perintah-perintah itu. Perjanjian Baru memperjelas bahwa Allah memberi perintah-perintah ini untuk memperlihatkan kebutuhan manusia akan keselamatan dan bukan untuk menjadi jalan keselamatan (Roma 3:19).

 Perjanjian Lama menggambarkan sistem persembahan yang diberikan Allah kepada orang-orang Israel untuk secara sementara waktu menutupi dosa-dosa mereka. Perjanjian Baru memperjelas bahwa sistem ini hanyalah kiasan dari pengorbanan Kristus yang melaluinya keselamatan dapat diperoleh (Kisah 4:12, Ibrani 10:4-10). Perjanjian Lama memperlihatkan firdaus yang hilang; Perjanjian Baru memperlihatkan firdaus yang diperoleh kembali melalui Adam yang kedua (Kristus) dan bagaimana suatu hari itu akan dipulihkan kembali. Perjanjian Lama menyatakan bahwa manusia terpisah dari Allah karena dosa (Kejadian 3), dan Perjanjian Baru menyatakan bahwa manusia sekarang dapat dipulihkan kembali hubungannya dengan Allah (Roma 3-6). Perjanjian Lama menubuatkan kehidupan Mesias. Kitab-kitab Injil pada umumnya mencatat kehidupan Yesus dan Surat-Surat menafsirkan kehidupanNya dan bagaimana kita harus menanggapi segala yang telah dan akan dilakukanNya.

Kembali, sekalipun Perjanjian Baru adalah gambar yang “lebih jelas,” Perjanjian Lama tidak kalah pentingnya. Selain meletakkan dasar untuk Perjanjian Baru, tanpa PL kita tidak memiliki dasar untuk menentang kesalahan pemutarbalikan politik dalam masyarakat kita di mana evolusi dipandang sebagai pencipta dari semua spesies selama jutaan tahun (dan bukannya hasil dari penciptaan Allah secara khusus dalam enam hari secara harafiah). Kita akan menerima bahwa pernikahan dan keluarga adalah struktur yang berevolusi yang harus terus berubah seiring dengan perubahan masyarakat, dan bukannya sebagai desain Allah untuk membesarkan anak-anak yang saleh dan untuk melindungi mereka yang kalau tidak akan dimanipulasi dan disalahgunakan (paling sering adalah perempuan dan anak-anak).

 Tanpa PL, kita tidak akan dapat mengerti janji-janji yang masih akan digenapi Allah terhadap bangsa Yahudi. Akibatnya, kita tidak dapat secara tepat melihat bahwa masa kesengsaraan besar adalah masa tujuh tahun di mana Allah akan secara khusus berkarya dengan bangsa Yahudi yang dulunya menolak kedatanganNya yang pertama namun akan menerima Dia pada kedatanganNya yang kedua kali. Kita tidak akan memahami bagaimana pemerintahan 1.000 tahun Yesus adalah sesuai dengan janji-janjiNya kepada orang-orang Yahudi dan juga bagaimana itu cocok dengan bangsa-bangsa bukan Yahudi. Kita juga tidak akan dapat melihat bagaimana bagian akhir dari Alkitab menyimpulkan hal-hal yang belum selesai yang dimulai di bagian awal dari Alkitab, bagaimana Allah akan memulihkan dunia ini menjadi firdaus sebagaimana yang direncanakanNya, dan bagaimana kita akan menikmati hubungan yang dekat dengan Allah secara pribadi sebagaimana yang terjadi di taman Eden.

 Secara ringkas, Perjanjian Lama meletakan dasar dan untuk mempersiapkan bangsa Israel untuk kedatangan Mesias yang akan mengorbankan diriNya bagi dosa-dosa mereka (dan bagi dosa-dosa dunia). Perjanjian Baru menceritakan kehidupan Yesus Kristus dan kemudian menoleh ke belakang kepada apa yang dilakukanNya dan bagaimana seharusnya kita menanggapi karunia hidup kekal dan menghidupi kehidupan kita dengan rasa syukur untuk segala yang telah diperbuatNya bagi kita (Roma 12). Kedua Perjanjian ini mengungkapkan Allah yang sama sucinya, sama pemurahnya dan sama adilnya, yang harus menghukum dosa namun ingin membawa orang-orang berdosa kepada diriNya melalui pengampunan yang hanya dimungkinkan melalui korban penebusan Kristus sebagai pembayaran untuk dosa. Dalam kedua Perjanjian, Allah mengungkapkan diriNya kepada kita dan bagaimana kita harus datang kepadaNya melalui Yesus Kristus. Dalam kedua Perjanjian kita mendapatkan segala yang kita perlukan untuk hidup kekal dan hidup yang saleh (2 Timotius 3:15-17).

Read more

ROBERT A. JAFFRAY (1873 -- 1945)

0

Skotlandia, negeri di belahan utara Benua Eropa, adalah salah satu negeri yang menghasilkan penginjil andal terbanyak untuk diutus ke seluruh pelosok dunia, di antaranya Robert A. Jaffray. Ia dilahirkan pada 16 Desember 1873. Ayahnya yang juga bernama Robert Jaffray adalah seorang yang dingin terhadap kekristenan, namun ibunya, Sarah Bugg, sangat aktif di gereja, dan hal inilah yang membuat anak-anak mereka memiliki kerohanian yang baik. Namun, sekalipun sang ibu selalu membimbing anak-anak dalam kerohanian mereka, Jaffray pernah terjerumus dalam pergaulan dengan kelompok ateis di Toronto, Kanada. Namun, tradisi Protestan yang sangat melekat dalam dirinya mampu membuatnya melepaskan diri dari kelompok tersebut. Masa kecil Jaffray memang bukan masa kecil yang bahagia karena ia mengidap penyakit jantung dan gula yang sangat menyiksanya. Akan tetapi, Tuhan memiliki rencana indah bagi Jaffray. Di usianya yang ke-16 Jaffray bertobat berkat ketekunan dan usaha Annie Gowan, guru sekolah minggunya di Presbyterian St. James Square, Kanada. Beberapa tahun kemudian, ketika mendengar khotbah A.B. Simpson, pengkhotbah yang sangat terkenal pada waktu itu, Jaffray tertantang untuk memberitakan Injil ke luar negeri, sekalipun sebelumnya ia bermaksud menolak panggilan tersebut. Jaffray kemudian menempuh pendidikan di New York Missionary Training Institute. Namun, ayahnya tidak menyetujui hal itu karena sudah merencanakan agar Jaffray melanjutkan usahanya di bidang asuransi. Dia mengancam tidak akan membantu Jaffray dalam hal keuangan jika tidak menuruti kehendaknya. Akan tetapi, Jaffray tetap memutuskan akan menjadi utusan Injil ke Tiongkok, apa pun risikonya.

Pada 1897, A.B. Simpson mengutus beberapa utusan misi ke Tiongkok Selatan dan Jaffray adalah salah seorang di antaranya. Bersama Rob Glover, Jaffray ditempatkan di Tung-Un, kota kecil di Guangxi. Namun, misi mereka kurang berhasil sehingga dihentikan. Selama menantikan tugas selanjutnya, mereka belajar bahasa dan budaya Tiongkok, dan setahun kemudian ia dipindahkan ke Wuchow. Mereka memulai penginjilan dan mendapat banyak tantangan dari penduduk setempat karena dianggap sebagai pengacau. Meskipun demikian, pelayanan mereka maju dengan pesat sehingga Jaffray diangkat sebagai ketua penginjilan di Tiongkok Selatan. Selanjutnya, Jaffray memimpin Sekolah Alkitab di Wuchow dan beberapa waktu kemudian, sambil mengajar, ia menerbitkan "The Bible Magazine" karena ia tahu bahwa karya tulis sangat efektif dalam penginjilan. Jutaan eksemplar buku rohani tersebar ke seluruh dunia selama hidupnya. Ia juga mendirikan sebuah penerbitan bernama South China Alliance Press, yang juga merupakan hasil bantuan teman-temannya di Kanada dan Amerika.

Kondisi kesehatan yang kurang baik tidak membuat Jaffray lemah dan patah semangat dalam pelayanan. Pukul empat pagi dia belajar Alkitab dan banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi dengan teman-temannya. Berdoa dan bekerja merupakan kunci keberhasilan dalam pelayanannya. Ia juga berpendirian teguh sehingga sering terlibat dalam perdebatan di rapat-rapat yang diikutinya, khususnya jika berhubungan dengan pendapat para misionaris Barat mengenai orang-orang Tionghoa. Menurutnya, ia dikirim ke Tiongkok bukan untuk menjadikan orang Tionghoa sebagai orang Barat, tetapi untuk menjadikan mereka murid Kristus. Kerendahan hati Jaffray tetap membuat orang segan kepadanya sekalipun mereka sering berbeda pendapat dengannya.

Keadaan Tiongkok yang rawan pada tahun 1920-an membuat para misionaris dituntut keberaniannya atau pekerjaan misi akan berhenti. Penculikan, perampokan, bahkan pembunuhan sering terjadi. Pada 1923, Kota Kweilin dikepung selama 77 hari. Banyak orang yang mati dan hampir mati kelaparan, termasuk para utusan misi. Pada saat itu, Jaffray yang berada di Kota Wuchow berdoa bersama teman-temannya untuk keselamatan Kota Kweilin. Jaffray juga membentuk beberapa tim untuk menyelamatkan utusan-utusan Injil di sana. Dalam perjalanan, Jaffray bersama teman-temannya jatuh ke tangan para perampok yang kejam dan kasar, yang menjarah semua barang yang mereka bawa. Tetapi, Jaffray tanpa takut memberitakan Injil kepada para perampok tersebut, dan akhirnya mereka membebaskan Jaffray dan teman-temannya dengan uang tebusan dari pemerintah Tiongkok.

Pelayanan Jaffray selanjutnya adalah di Indo Cina. Selama setahun di daerah ini, pelayanannya tidak berhasil dan membuatnya gelisah. Ia kemudian memutuskan melanjutkan perjalanan misinya ke Tonkin, bahkan Hanoi di Vietnam. Namun, berkali-kali pelayanannya tidak berhasil. Beberapa waktu kemudian, bersama Lloyd Hughes dan Paul Hostler, Jaffray berhasil memberitakan Injil di Tourane, namun tidak lama kemudian penginjilan berhenti karena pecahnya Perang Dunia I. Daerah pelayanan misi di Indo Cina berada di wilayah jajahan Perancis. Pos-pos penginjilan ditutup dan para utusan Injil tidak dapat berbuat apa-apa sehingga akhirnya mereka hanya belajar bahasa dan kebudayaan di Indo Cina. Beberapa waktu kemudian, Jaffray diangkat sebagai penasihat Alliance wilayah Indo Cina di wilayah jajahan Perancis yang bermarkas di Wuchow. Kemudian, negosiasinya dengan gubernur Perancis membuat pekerjaan misi bisa tetap berjalan di daerah tersebut. Kesempatan ini segera digunakan dengan baik oleh Jaffray dengan mendirikan percetakan bernama Penerbit Misi di Hanoi, yang menerbitkan dan menyebarkan traktat dan buku-buku rohani. Kira-kira sepuluh tahun kemudian, Alkitab dalam bahasa Annam berhasil diterbitkan, dan pada 1917 diterbitkan buku-buku rohani dalam bahasa dan huruf Korea.

Jaffray selalu memiliki strategi dan prinsip alkitabiah dalam pekerjaan misinya, serta tidak pernah berhenti bergerak dalam pelayanannya. Setiap waktunya digunakan untuk memberitakan Injil, dan banyak cara ia gunakan, di antaranya melalui pendirian sekolah Alkitab, percetakan, dan mendirikan gereja untuk memelihara iman orang percaya. Jaffray juga senantiasa mengawasi pelayanan-pelayanan di Thailand, Laos, Kamboja, dan negara-negara Indo Cina lainnya. Berkat kegigihannya, sebagian Indo Cina akhirnya dimenangkan bagi Kristus.

Pada 1927, Jaffray mulai mengarahkan pelayanan ke negara-negara Pasifik dan memutuskan meninggalkan Tiongkok untuk kemudian mendarat di Sandakan, Kalimantan. Untuk kepentingan pelayanan di daerah ini, Jaffray membeli kapal untuk menyusuri sungai-sungai di daerah tersebut. Pada akhirnya, Jaffray bersama keluarganya pindah ke Indonesia. Di Makassar, dia mendirikan sekolah Alkitab dan percetakan serta meluaskan pelayanannya ke daerah-daerah lain di Indonesia. Namun, penjajahan Jepang membuat Jaffray tidak dapat leluasa melakukan pelayanannya. Dia bahkan harus berpindah dari satu penjara ke penjara lainnya karena orang Jepang saat itu sangat anti terhadap orang Barat. Penderitaan luar biasa dialami oleh Jaffray, namun ia memiliki prinsip bahwa hidupnya adalah untuk mencari orang miskin, tertekan, dan menderita untuk dibawa kepada Yesus Kristus. Pada 29 Juli 1945 menjadi saat di mana Jaffray menghembuskan napas terakhirnya. Namun, apa yang sudah dilakukannya membawa dampak yang tidak pernah berakhir dalam kehidupan orang-orang, bahkan sampai pada zaman ini.

 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Pekan Misi dan Penginjilan ke-29, Gereja Injili Hok Im Tong, 2005 Penulis : Tidak dicantumkan Penerbit : Gereja Injili Hok Im Tong Halaman : 50 -- 51

Read more

1 Jun 2011

Pengangkatan + Tribulasi"

0


Waktu Pengangkatan orang percaya dalam hubungannya dengan Tribulasi (kesengsaraan) adalah salah satu isu paling kontroversial dalam gereja saat ini. Tiga pandangan utama adalah: Pratribulasi (Pengangkatan orang percaya terjadi sebelum Tribulasi), Midtribulasi (Pengangkatan orang percaya terjadi di tengah-tengah Tribulasi), dan Pascatribulasi (Pengangkatan orang percaya terjadi pada akhir dari Tribulasi). Pandangan ke empat, yang lazimnya dikenal sebagai Pra-Murka adalah posisi Midtribulasi yang dimodifikasi sedikit.




Pertama, adalah penting untuk mengenali tujuan dari Tribulasi. Menurut Daniel 9:27 ada tujuh “masa” (7 tahun) yang masih akan datang. Keseluruhan nubuat Daniel mengenai tujuh puluh masa (Daniel 9:20-27) berbicara mengenai bangsa Israel. Ini adalah masa di mana Tuhan memusatkan perhatianNya secara khusus pada Israel. Walaupun ini tidak merupakan indikasi bahwa gereja tidak lagi ada, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai mengapa gereja masih perlu ada di atas bumi pada waktu itu.

Ayat Alkitab yang utama mengenai Pengangkatan orang percaya adalah 1 Tesalonika 4:13-18. Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa setiap orang percaya, bersama dengan orang-orang percaya yang telah meninggal, akan bertemu dengan Tuhan di angkasa dan akan bersama-sama dengan Dia selama-lamanya. Pengangkatan orang percaya adalah Tuhan memindahkan umatNya dari bumi ini. Dalam 5:9 Paulus mengatakan, “Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Tesalonika 5:9). Kitab Wahyu yang secara utama berbicara mengenai masa Tribulasi adalah berita nubuatan mengenai bagaimana Tuhan akan mencurahkan murkaNya atas bumi ini pada saat Tribulasi. Adalah tidak konsisten untuk Tuhan menjanjikan orang-orang percaya bahwa mereka tidak akan mengalami murka Tuhan namun membiarkan mereka di bumi pada masa Tribulasi. Fakta bahwa Allah berjanji melepaskan orang-orang Kristen dari murkaNya tidak lama setelah berjanji untuk menyingkirkan umatNya dari bumi ini nampaknya menghubungkan kedua peristiwa ini.

Bagian Alkitab lain yang krusial mengenai waktu dari Pengangkatan orang percaya adalah Wahyu 3:10. Di sana Kristus berjanji melepaskan orang-orang percaya dari “hari pencobaan” yang akan datang atas seluruh dunia. Ini dapat berarti dua hal: (1) Kristus akan melindungi orang-orang percaya di tengah pencobaan, atau (2) Tuhan akan membebaskan orang-orang percaya dari pencobaan. Keduanya adalah arti yang sah dari kata dalam Bahasa Yunani yang diterjemahkan “dari.” Ini bukan hanya pencobaan, namun “hari” pencobaan. Kristus berjanji untuk memelihara orang-orang percaya dari masa pencobaan, yaitu Tribulasi. Tujuan dari Tribulasi, tujuan dari Pengangkatan orang percaya, arti dari 1 Tesalonika 5:9, dan penafsiran Wahyu 3:10 semua memberi dukungan jelas pada pandangan Pratribulasi. Jikalau Alkitab ditafsirkan secara harafiah dan konsisten, pandangan Pratribulasi adalah pandangan yang paling konsisten dengan Alkitab.

Read more

Di Tangan Allah

0

Nats : “Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan,” firman Tuhan (Roma 12:19)

Bacaan : Roma 12:9-21

 

Seluruh dunia merasa takut ketika para pemberontak Chechen membunuh ratusan orang yang terkurung di sebuah sekolah di Beslan, Rusia. Kebanyakan korbannya adalah anak-anak, termasuk enam anak dari Totiev bersaudara, yang aktif dalam pelayanan kristiani.

 

Salah satu dari Totiev bersaudara itu memberikan reaksi yang bagi kebanyakan kita merupakan pilihan yang sulit. Ia berkata, “Ya, kami mengalami kehilangan yang tak dapat digantikan oleh apa pun, tetapi kami tidak melakukan balas dendam.” Ia memercayai apa yang dikatakan Tuhan, yang tercatat dalam Roma 12:19, “Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.”

 

Beberapa di antara kita sulit menghilangkan kepahitan atas ketidakadilan kecil, dan tidak berkata apa-apa terhadap kejahatan besar seperti yang dihadapi oleh keluarga ini. Totiev mengambil sikap untuk mengikhlaskan kepahitan dan tidak membalas dendam. Sikap tersebut menunjukkan bahwa mereka membenci yang jahat (ayat 9), tetapi tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (ayat 17).

 

Alangkah berbedanya keadaan pernikahan, keluarga, gereja, dan semua hubungan kita apabila Roh Kudus sendiri yang memampukan kita untuk memiliki sikap seperti Kristus sehingga dapat meletakkan semua ketidakadilan yang kita terima di tangan Allah.

 

Berdiam dirilah sejenak dan telitilah hati Anda. Jika ada kepahitan terhadap orang lain atau keinginan untuk membalas dendam, mintalah kepada Roh Kudus untuk membantu Anda supaya tidak “kalah terhadap kejahatan, tetapi mengalahkan kejahatan dengan kebaikan” (ayat 21) -VCG

 

Read more

Kerajaan Seribu Tahun

0

Kerajaan Seribu Tahun adalah nama yang diberikan untuk 1000 tahun pemerintahan Yesus Kristus di atas bumi. Sebagian orang berusaha menafsirkan 1000 tahun ini secara allegoris. Sebagian lainnya memahami 1000 tahun sebagai cara figuratif untuk mengatakan “masa yang panjang.” Hal ini menyebabkan beberapa orang tidak mengharapkan pemerintahan Yesus secara fisik dalam dunia ini. Namun demikian, dalam Wahyu 20:2-7, enam kali Kerajaan Seribu Tahun dikatakan secara spesifik akan berlangsung selama 1000 tahun. Kalau Allah ingin mengkomunikasikan “masa yang panjang,” Dia dapat dengan mudah melakukan itu tanpa secara eksplisit dan berulang kali menyebutkan waktu yang tepat.

Alkitab memberitahu kita ketika Kristus datang kembali, Dia akan menetapkan diriNya sebagai Raja di Yerusalem, duduk di atas tahta Daud (Lukas 1:32-33). Perjanjian-perjanjian yang tanpa syarat menuntut kedatangan Kristus kembali secara harafiah dan secara fisik untuk mendirikan kerajaanNya. Perjanjian dengan Abraham menjanjikan Israel tanah, keturunan, penguasa dan berkat rohani (Kejadian 12:1-3). Perjanjian Palestina menjanjikan Israel pemulihan ke tanah perjanjian dan penguasaan terhadap tanah itu (Ulangan 30:1-10). Perjanjian Daud menjanjikan pengampunan pada Israel, suatu cara bagi bangsa itu untuk mendapat berkat (Yeremia 31:31-34).

Pada kedatangan kedua kali, semua perjanjian ini akan digenapi saat Israel dikumpulkan kembali dari antara bangsa-bangsa (Matius 24:31), bertobat (Zakharia 12:10-14), dan dipulihkan kembali ke tanah perjanjian di bawah pemerintahan Mesias, Yesus Kristus. Alkitab berbicara mengenai keadaan pada zaman 1000 tahun itu sebagai lingkungan yang sempurna, secara fisik dan rohani. Zaman itu akan menjadi zaman damai (Mikha 4:2-4; Yesaya 32:17-18); sukacita (Yesaya 61:7, 10); penghiburan (Yesaya 40:1-2), di mana tidak ada kemiskinan (Amos 9:13-15) atau penyakit (Yoel 2:28-29). Alkitab juga memberitahu kita bahwa hanya orang-orang percaya yang akan memasuki Kerajaan Seribu Tahun. Karena itu, masa ini akan menjadi masa yang penuh dengan keadilan (Matius 25:37, Mazmur 24:3-4); ketaatan (Yeremia 31:33); kesucian (Yesaya 35:8); kebenaran (Yesaya 65:16) dan kepenuhan Roh Kudus (Yoel 2:28-29). Kristus akan memerintah sebagai Raja (Yesaya 9:3-7; 11:1-10) dengan Daud sebagai wali (Yeremia 33:15, 17, 21; Amos 9:11). Para pemimpin juga akan memerintah (Yesaya 32:1; Matius 19:28). Yerusalem akan menjadi pusat “politik” dunia (Zakharia 8:3).

Wahyu 20:2-7 hanya memberi jangka waktu yang tepat untuk Kerajaan Seribu Tahun. Tanpa ayat-ayat inipun ada tak terhingga ayat-ayat lainnya yang menunjuk pada pemerintahan Mesias secara harafiah di bumi. Penggenapan dari berbagai perjanjian Tuhan bergantung pada kerajaan secara harfiah dan secara fisik di masa yang akan datang. Tidak ada dasar yang kuat untuk menolak pengertian harafiah mengenai Kerajaan Seribu Tahun dan bahwa jangka waktunya adalah seribu tahun.

 

Read more

Harmagedon

0

Kata “Harmagedon” berasal dari kata Bahasa Ibrani “Har-Magedon” yang berarti “Gunung Megido” dan telah menjadi kata sinonim dengan peperangan di masa yang akan datang di mana Allah akan campur tangan dan menghancurkan bala tentara Anti Kristus sebagaimana dinubuatkan dalam Alkitab (Wahyu 16:16; 20:1-3; 7-10). Akan ada jutaan orang yang terlibat dalam peperangan Harmagedon karena semua bangsa akan berkumpul bersama untuk melawan Kristus.

Lokasi persis dari lembah Harmagedon tidaklah jelas karena tidak ada gunung yang bernama Megido. Namun karena “Har” dapat pula berarti bukit, lokasi yang paling mungkin adalah daerah perbukitan yang mengelilingi Dataran Megido, kurang lebih enam puluh mil sebelah Utara Yerusalem. Lebih dari dua ratus peperangan terjadi di daerah tsb. Dataran Megido dan Dataran Esdralon yang berdekatan akan menjadi titik fokus peperangan Harmagedon yang akan berkecamuk di sepanjang wilayah Israel sampai ke bagian Selatan sejauh kota Bozrah di wilayah Edom (Yesaya 63:1). Lembah Harmagedon terkenal dengan dua kemenangan besar dalam sejarah Israel: (1) Kemenangan Barak atas orang-orang Kanaan (Hakim-Hakim 4:15), dan (2) Kemenangan Gideon terhadap orang-orang Midian (Hakim-Hakim pasal 7). Harmagedon juga lokasi dari dua tragedi besar: (1) matinya Saul dan anak-anaknya (1 Samuel 31:8), dan (2) matinya raja Yosia (2 Raja-Raja 23:29-30; 2 Tawarikh 35:22).

Karena sejarah ini, lembah Harmagedon menjadi simbol dari pertempuran terakhir antara Allah dan kekuatan si jahat. Kata “Harmagedon” hanya muncul dalam Wahyu 16:16, “Lalu ia mengumpulkan mereka di tempat, yang dalam bahasa Ibrani disebut Harmagedon.” Ini berbicara soal raja-raja yang setia kepada Anti Kristus berkumpul bersama untuk menyerang Israel untuk terakhir kalinya. Di Harmagedon, “cawan yang penuh dengan anggur kegeraman murka-Nya” (Wahyu 16:19) akan dicurahkan, dan Anti Kristus dan para pengikutnya akan dikalahkan. Harmagedon telah merupakan istilah umum yang merujuk pada akhir dari dunia, bukan sekedar peperangan yang mengambil tempat di Dataran Megido.

 

Read more

Blog Archive

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting